Liputan Wawancara SWA Online dengan Co-Founder Yayasan Global Aliya Indonesia mengenai Begini Cara Optimalkan Peran Diaspora Indonesia

Ada banyak cara untuk membawa nama Indonesia di kancah internasional. Salah satunya melalui peran besar orang-orang Indonesia yang berada di luar negeri, baik untuk bekerja, tinggal menetap, dan lain sebagainya. Banyak di antara mereka yang berprofesi sebagai ilmuwan, peneliti, dan dosen yang menghasilkan berbagai riset. Untuk lebih mengetahui jelas mengenai diaspora Indonesia, berikut wawancara SWA Online dengan Etin Anwar, Ph.D. Associate Professor di Hobart and William Smith Colleges, US dan Co-Founder Yayasan Global Aliya Indonesia.

Bagaimana persebaran diaspora Indonesia di luar negeri?

Komunitas diaspora Indonesia di luar negeri beragam asal-usulnya. Ada yang bermula dibawa Belanda dan kemudian “dikerjarodikan” di negara-negara seperti Suriname, Afrika Selatan, Amerika dan ainnya. Ada juga kelompok diaspora karena bekerja, menikah, kuliah, atau mengikuti keluarga. Persebaran diaspora ke negara-negara Barat erat kaitannya dengan konflik-konflik di Indonesia. Konflik Aceh, Maluku, Timor-Timur dan Mei 1998 misalnya memacu kepergian orang-orang Indonesia ke beberapa Negara Barat termasuk Amerika.

Apapun latar belakang seseorang memilih jalan hidup sebagai diaspora bukan hal yang gampang. Hidup di negeri orang memerlukan ketekunan dan ketahanan yang luar biasa, untuk bisa survive. Sebagian besar diaspora Indonesia adalah pekerja di bidang service. Kalangan innovator, educator, pengusaha, dan tenaga professional lainnya masih terbilang minoritas. Namun demikian, diaspora Indonesia merupakan sumbangsih Indonesia terhadap dunia dan sebaliknya para diaspora ini juga merupakan “gain brain” kata Pak Dino Patti Djalal bagi Indonesia.

Lalu, bagaimana bila dibandingkan dengan diaspora India ataupun Filipina?

Diaspora Indonesia di negara-negara Barat khususnya berbeda dengan diaspora Filipina, India dan China. Ketiga negara ini telah terlebih dahulu berada di negara-negara Barat. Filipina merupakan negara mantan jajahan Amerika, sehingga mereka telah memiliki bahasa Inggris dan memungkinkan untuk langsung memiliki advantage yang lebih di AS maupun negara lainnya.

Orang-orang India datang terlebih dahulu ke London zamannya penjajahan dulu sehingga banyak yang kemudian pindah ke Amerika atau negara lain. Kemampuan bahasa Inggris melancarkan mobilitas kaum diaspora. Diaspora berasal dari China sangat kuat dalam networking ekonomi. Mereka juga menyekolahkan anak-anak ke perguruan tinggi walau orang tua mereka tidak bisa bahasa Inggris sedikitpun.

Boleh dikatakan diaspora Filipina, India dan China lebih sukses dan lebih banyak dalam dunia profesional. Excess ini kemudian melimpah ke Tanah Air mereka di mana pemerintah Filipina, India dan China memberikan kemudahan-kemudahan bagi para diaspora yang diajak untuk kembali ke negara-negara tersebut.

Di negara mana saja diaspora Indonesia cukup menonjol aktivitas dan gerakannya (apa contohnya, mungkin semisal waktu ada gerakan relawan utk Jokowi)?
Aktivitas diaspora beragam tergantung di mana mereka berada dan concern dalam masyarakat diaspora tersebut. Namun ada beberapa tren yang bisa dibuat untuk melihat aktivitas-aktivitasnya:

a. Keagamaan.Agama bagi diaspora Indonesia merupakan perekat sosial yang sangat penting. Biasanya, kedekatan satu sama lain ada kaitannya dengan agama masing-masing. Kelompok Kristen, Islam, Hindu, dan lain-lainnya. Bahkan tidak jarang, ada kalangan yang sebelum hijrah ke luar negeri, hubungan dengan agama relatif biasa-biasa saja, kemudian menjadi sangat dedicated dan intens sesudah pindah ke luar negeri. Konflik sesama diaspora pun tidak jarang bermuara pada perbedaan mahzab, pemahaman atau pengelolaan dalam bidang agama. Bagi muslim, boleh dikatakan aktivitas agama ini erat kaitannya dengan Islam nusantra. Bagi penganut agama lainpun sama terutama dengan banyaknya para pendeta atau pimpinan agama berasal dari Indonesia. Secara umum, dialog antar agama sesama bangsa Indonesia berjalan dengan baik.

b. Politik. Aktivitas politik ini tidak sering sebagaimana agama, tetapi penting untuk dibicarakan. Berdasarkan pengalaman Pemilu, pemilih diaspora diperhitungkan suaranya. Dalam pemilihan 2014, diaspora rata-rata memilih Presiden Jokowi dan banyak relawan-relawan yang sengaja membantu terpilihnya beliau. Para diaspora juga sering terlibat dalam kelompok sosial politik yang berkaitan dengan partai-partai di Indonesia. Terkadang raganya ada di lokasi di luar Indonesia, tapi perilaku politiknya sangat Indonesia.

c. Ekonomi. Banyak diaspora Indonesia yang sukses di bidang bisnis seperti Formcase Inc, milik Fify Manan, Marvell Technology oleh Sehat Sutarja, Accusentry, Inc, milik Wei Siong Tan atau Indorama Venture milik Sri Prakash Lohia. Banyak lagi contoh lainnya yang menggambarkan aktivitas bidang bisnis.

d. Non-profit. Banyak anggota diaspora aktif dalam organisasi sosial, keagamaan dan profesional yang bersifat non-profit. Cerdas Foundation berpusat di Seattle dan berupaya untuk memberikan akses terhadap pendidikan. Nusantara Foundation berada di NYC dan banyak mengadakan kegiatan keagamaan. USINDO memberikan wawasan ke-Indonesiaan dalam peta pendidikan dan politik Washington DC.

Lalu ASIRPA, IMSA, Indonesia Relief dan Dompet Dhuafa banyak melakukan kegiatan sosial dan keilmuwan. Saya sendiri co-founder, Yayasan Global Aliya Indonesia yang memiliki visi “keunggulan, kepedulian, dan pengabdian” dan mempromosikannya melalui pendidikan, training dan sosial network. Program kami 1on1friendship.com memberikan pelajaran bahasa Inggris gratis oleh native speaker bagi sekolah dan group mahasiswa/i yang membutuhkannya.

Sejauh mana pengorganisasian diaspora selama ini?

Organisasi yang dikelola diaspora beragam. Tetapi, organisasi diaspora yang sangat penting dalam pengorganisasian diaspora adalah Congress of Indonesian Diaspora (CID) yang dimotori oleh Ambassador Dino Patti Djalal. Indonesian Diaspora Network (IDN) dipimpin oleh Edward Wanandi.

Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I4) yang dipimpin Ibu Desy Irawati merupakan network para profesional dan ilmuwan yang berdiaspora dan konsen di bidang pendidikan, riset dan aspek lainnya yang berhubungan dengan Indonesia. Dalam setiap masyarakat lokal juga banyak pengorganisasian sesuai dengan kebutuhan lokal. Di mana diaspora Indonesia berada, disitulah mereka berkarya dan menjadi ambassador Indonesia. Intinya, ada usaha yang sistematis dari kalangan diaspora untuk bisa saling bekerja sama dan mengabdi pada Indonesia.

Pola hubungan mutualistik yang mungkin atau sudah dan akan dijalankan?

Pola-pola hubungan antara diaspora Indonesia dan pemerintah dan masyarakat beragam. Kaum diaspora merupakan sumber remitansi, network, dan skill yang lumayan besar potensinya. Menurut data dari IDN, ada sekitar 9-10 juta warga diaspora dimana 4,6 juta masih WNI.

Banyak komunitas diaspora yang ingin mengabdi kepada Indonesia melalui sumbangsih pemikiran dan service. Kalau diaspora menyumbangkan jam mereka untuk konsultasi, sharing pemikiran, mengajar, atau mentor bidang-bidang yang mereka unggul terutama kepada anak-anak muda Indonesia, totalitas sumbangan mereka tidak bisa diuangkan. Diaspora professional memiliki banyak pengalaman dan keahlian yang dibutuhkan Indonesia dan mereka bisa membantu dengan senang hati.

Kelembagaan pemerintah selevel apakah yang dibutuhkan untuk mengoptimalkan peran diaspora (di negara lain ada menteri khusus diaspora, sedangkan di Kemenlu RI baru sebatas “desk diaspora”)?

Upaya untuk mengoptimalkan peran diaspora adalah tugas banyak pihak terutama pemerintah. Untuk itu, pembuatan “Desk Diaspora” saja tidak cukup. Perlu dibentuk kementerian yang khusus menangani peranan diaspora dan isu-isu yang melibatkan diaspora. Beberapa negara misalnya memiliki kementrian yang menangani diaspora. Pemerintah India pada tahun 2004 membentuk Minister of Overseas Indian Affairs yang dikhususkan untuk orang-orang India yang diaspora tapi berasal dari keturunan India. Armenia, Georgia, Ireland dan Bangladesh juga memiliki mentri khusus diaspora. Untuk Indonesia, penunjukan menteri khusus diaspora ini sangat strategis: 1) masyarakat diaspora banyak yang mendukung secara aktif terpilihnya Presiden Jokowi. Kalau Presiden Jokowi serius mengenai peranan global Indonesia dan sumbangsih diaspora ke Tanah Air, maka menteri khusus diaspora bisa membantu tercapainya tujuan tersebut. 2). Kementrian khusus diaspora bisa membantu penyelesaian urusan-urusan yang berhubungan dengan problema yang dihadapi para pekerja bidang servis yang merupakan penyumbang devisa terbesar. Tapi, mereka sering kena musibah kekerasan 3. Kementerian khusus diaspora bisa bersinergis dengan komunitas diaspora dalam promosi kuliner, produk, atau bidang yang akan mendukung kemandirian ekonomi komunitas memajukan ekonomi masyarakat Indonesia.

Sudah perlukah Indonesia mengadopsi kebijakan dwi kewarganegaraan?
Kebijakan Dwi Kewarganegaraan penting untuk terealisasi seiring dengan pembentukan Kementerian khusus diaspora. Menurut Tim Dwi Kewarganegaraan, sudah ada 56 negara yang membuat kebijakan baru berkenaan dengan diaspora di negara mereka. Sebanyak 44 negara telah mengeluarkan kebijakan dwi kewarganegaraan. Kebijakan ini terbukti meningkatkan remittance hingga 78%. Untuk kasus Indonesia, kebijakan Dwi Kewarganegaraan merupakan kebijakan yang tertunda. Beberapa tahun yang lalu dalam perjalanan pulang dari Belanda saya duduk dengan seorang ibu yang ternyata menikah dengan seorang Belanda yang lahir dan besar di Indonesia. Pada tahun 1949-50 terjadi pengusiran besar-besaran dari pemerintah Indonesia terhadap yang dilabeli Belanda. Pendek cerita, Bapak tersebut pulang ke Belanda, sebuah negara yang sama sekali asing buat dia dan berusaha adaptasi untuk bisa melanjutkan hidup. Saat itu tidak ada pilihan untuk dwi kewarganegaraan dalam pemerintah Indonesia yang baru terbentuk, padahal banyak anak-anak asing lahir dan besar di Indonesia tanpa mengetahui tanah leluhurnya. Sebagai bangsa Indonesia, kita bisa menerima Arab, Cina, Pakistan dan lain-lainnya sebagai warga negara Indonesia. Mengapa kita tidak bisa memberi Dwi Kewarganegaraan kepada WNI yang memang ingin mendapatkan Dwi Kewarganegaraan.

Memang kita bisa berbicara tentang patriotisme ke-Indonesiaan dengan melihat apa yang telah kita capai semenjak kemerdekaan dan menjustifikasi kewarnegaraan hanya untuk orang Indonesia. Mungkin pertanyaan yang mendasar adalah bagaimana kita memaknai patriotism dalam kontek global. Mana yang lebih patriotik antara seorang diaspora yang secara sukarela banyak melakukan servis bisnis, sosial dan edukatif di Indonesia dengan pejabat yang mengkorupsi uang negara? Patriotisme perlu diukur dengan dedikasi dan servis terhadap Indonesia untuk kesejahteraan Indonesia. Kebijakan Dwi kewarganegaraan adalah kepentingan pemerintah dan mendukung kemajuan masyarakat Indonesia secara umum. Mudah-mudahan kalau memiliki dua warga negara, kaum diaspora bisa lebih patriotik. Dukungan masyarakat Indonesia terhadap dwi kewarganegaraan sangat penting. Sekarang ini Randangan Undang-Undang Dwi Kewarganegaraan telah memasuki Program Legislasi Nasional DPR. Artinya, kapan saja DPR bisa mengetuk palu untuk menerima atau mempertimbangkannya. Adalah penting bahwa masyarakat Indonesia akan menerima manfaat UU Dwi Kewarganegaraan meskipun tidak secara langsung. Salah satu cara bagi masyarakat Indonesia untuk memahami mengapa komunitas diaspora sangat berharap UU Dwi Kewarganegaraan ini disahkan adalah dengan berteman dan mendengarkan jalan hidup mereka. Secara umum seorang diaspora meninggalkan Indonesia, tanah yang amat dicintai, keluarga besar yang disayangi, teman-teman seperjuangan dan budaya setempat yang di kenal dengan baik untuk memulai hidup baru yang tidak selalu mudah. Kesulitan dan perjuangan keras para diaspora membuat mereka bisa mencapai sukses.

Apa dampak yang dihasilkan baik positif maupun negatif? Atau, setidaknya bisakah diterapkan kebijakan dwi kewarganegaraan “terbatas atau selektif”?

Dwi kewarganegaraan lebih banyak positifnya untuk negara Indonesia, komunitas diaspora dan masyarakat Indonesia. Pertama, Dwi kewarganegaraan bisa memberikan kesempatan untuk bekerja lebih luas, biaya kuliah lebih murah, dan kesempatan-kesempatan untuk pengembangan profesi. Semua keuntungan ini memang bisa diterima oleh seorang atau komunitas diaspora. Tapi, ketika komunitas diaspora mampu berkuliah, bekerja dan profesinya membaik, mereka bisa meningkatkan jumlah remitansi Indonesia, membuka kerjasama baru sesuai keahliannya, bisa membantu masyarakat Indonesia yang bisa memanfaatkan skillnya dan manfaat lainnya. Kemungkinan lainnya, diaspora yang sukses bisa ekpansi ekonomi ke Negara Indonesia dan membuka lapangan kerja untuk masyarakat Indonesia. Jadi, ada domine effect dari Dwi Kewarganegaraan untuk negara dan masyarakat Indonesia. Kedua, warisan ke-Indonesia-an merupakan framework yang penting dalam mempertimbangkan kebijakan Dwi Kewarganegaraan. Menurut Tim Advokasi Dwi Kewarganegaraan, proposal pengajuan Dwi Kewarganegaraan ini bersifat terbatas pada: (a). WNI yang pindah warganegara karena pekerjaan atau pernikahan; (b). kelompok yang menjadi warga Negara asing bukan karena lahir di negara tersebut dan (c). mantan WNI yang ingin kembali ke Tanah Air. Fokus untuk Dwi Kewarganegaraan ini adalah WNI atau keturunan WNI. Dwi Kewarganegaraan adalah warisan Indonesia yang terbaik yang bisa diberikan oleh orang tua, pemerintah dan masyarakat Indonesia. Kebijakan Dwi Kewarganegaraan akan memberikan “kepecayaan diri” bagi para WNI mungkin ingin menjadi warga global tapi tidak mau dibilang kurang nationalis atau tidak cinta tanah air. Masyarakat Indonesia perlu memberi kesempatan Dwi Kewarganegaraan pada komunitas diaspora untuk mengabdi pada pertiwi dengan sumbangsih mereka masing-masing. Ketiga, Brain Transfer: Kebijakan Dwi Kewarganegaraan akan mempermudah transfer ilmu, teknologi, perdagangan, dan keahlian bagi kedua belah pihak. WNA keturunan asing memerlukan perijinan untuk riset atau semacamnya. Kalau akan berkarir atau kembali ke Indonesia, mereka memerlukan ITAS (Izin tinggal terbatas). Memang pemerintah telah memberi kemudahan denga ITAS tersebut, tapi pemerintah perlu mempertimbangkan kepentingan yang lebih besar dalam kontek Kebijakan Dwi Kewarganegaraan dan posisi strategis Indonesia dalam persaingan global.

Lalu apa negatif dari kebijakan tersebut?
Dampak negatif yang sering dilempar dalam debat Kebijakan Dwi Kewarganegaraan adalah label kurang nasionalis, kurang patriotik, kurang idealis, kurang cinta Indonesia dan kekurangan lainnya. Assesmen seperti ini tidak merefleksikan contra productive terhadap sumbangsih dan keinginan kaum diaspora yang berusaha memajukan Indonesia melalui karya yang realistik dan terukur. Mungkin kekhawatiran yang tidak banyak dibicarakan adalah makin lebarnya gap antara kelompok yang memiliki Dwi Kewarganegraan dan masyarakat Indonesia secara umum. Argumen semacam ini tidak bisa digunakan dalam memotong RUU Dwi Kewarganegaraan mengingat tidak semua komunitas diaspora makmur. Akan tetapi, kita berharap komunitas diaspora yang makmur bisa invest dalam membuat jalan yang lebih banyak untuk mengatasi kemacetan, membuat jembatan, dan membuka banyak lowongan pekerjaan sehingga masyarakat Indonesia merasakan kemakmuran. Berdasarkan pengalaman India dan Filipina (juga beberapa negara lainnya seperti Hong Kong dan Singapura), banyak warga mereka siap untuk menjadi warga global (global citizen), teruama karena bahasa Inggris mereka sudah relatif bagus karena digunakan sehari-hari. Perlukah di Indonesia diterapkan kebijakan penggunaan bahasa Inggris lebih dini dan intensif di dunia pendidikan seperti negara-negara itu, setidaknya mulai di sekolah menengah? Kurikulum 2013 menyisakan kontroversi penghilangan pelajaran bahasa Inggris dari kurikulum SD. Bahasa internasional bukan hanya bahasa Inggris perlu diajarkan sejak dini karena perkembangan otak anak itu terjadi pada usia dini. Anak-anak Indonesia secara umum belajar dua bahasa atau lebih sejak dini. Jadi, perkembangan otak yang berkaitan dengan kemampuan bisa terbentuk sehingga bisa belajar bahasa Inggris dengan lebih mudah. Masalahnya, bukan hanya belajar bahasa Inggrisnya yang telat pada usia SMP, kurikulum bahasa Inggris juga terkadang dangkal dan tidak memenuhi standar baku pengjaran English as a Second Language (ESL).

Alasan perlu belajar bahasa Inggris sejak dini dan intensif itu simple. Menguasai bahasa Inggris akan membuat siswa Indonesia lebih kompetitif dalam bersaing untuk mendapatkan beasiswa-beasiswa nasional dan internasional and membuat mereka lebih kompetitif ketika mencari kerja. Akses seperti ini memerlukan kebijakan pemerintah. Anak-anak yang sekolah di sekolah elit mereka belajar bahasa Inggris sejak TK dan SD, sementara mereka yang sekolah di umum dan swasta yang pas-pasan tidak memiliki akses yang sama dengan anak-anak SD seusianya. Belum lagi kalau kita mempertimbangkan daerah terpencil dimana akses anak-anak ke pendidikan bermutu semakin kurang. Kurangnya penguasaan bahasa inggris berimbas pada kualitas perguruan tinggi, pekerjaan yang dimiliki dan peringkat riset. Menurut Webometrics, perguruan tinggi terbaik Indonesia adalah Universitas Gajah Mada dengan peringkat 518, sementara 100 terbaik adalah Institut Seni Indonesia dengan peringkat 6443. Rendahnya pengusaan bahasa Inggris anak-anak lulus tahun SD angkatan 2015 dan kelak lulus SMA tahun 2018 akan berimbas pada perguruan tinggi yang dituju dan menjadi tidak eligible untuk beasiswa ke luar negeri. Lulusan PT Indonesia juga akan bersaing dalam mendapatkan pekerjaan dengan lulusan dari Negara ASEAN dengan dimulainya komunitas ASEAN.

Kebijakan edukatif yang akan menyiapkan anak didik Indonesia selain soleh adalah karakter keunggulan, kepedulian dan pengabdian. Bahasa Inggris adalah keunggulan yang wajib dimiliki anak didik. Itulah pemberian modal bagi anak Indonesia dalam skala internasional. Kebijakan pendidikan bahasa Inggris perlu disertai kurikulum terbaik. Salah satu cara untuk meningkatkan kurikulum pengajaran bahsa Inggris adalad dengan melihat model pembelajaran English as Second Language terutama di Negara-negara yang aktif menggunakan bahasa Inggris. Kurikulum ESL ini bisa diadaptasi dan kontennya disesuaikan untuk Indonesia. Dengan demikian, pengajaran bahasa Inggris dilandaskan pada kurikulum yang bermutu dan sesuaiIndonesia.(EVA).

Sumber: SWA Online